Kamis, 22 Mei 2008

Korupsi-----Sebuah Budaya Baru

Indonesia telah dikenal sebagai negara/bangsa dengan keanekaragaman budaya dan adat istiadat. Terbentang dari Sabang sampai Merauke, terdiri dari berbagai suku bangsa, menganugerahi kita berbagai tradisi dan adat yang unik dan berbeda antar daerah/suku. Di dalam negara ini terdiri dari berbagai agama, bahasa, dan berbagai hal lain yang berbeda. Tetapi patut disyukuri juga, disamping begitu banyak hal yang berbeda, kita memiliki satu kesamaan dari Ujung Barat sampai Ujung Timur Indonesia yaitu sebuah budaya baru yang entah sejak kapan lahir di bumi pertiwi ini yaitu Korupsi (berikut turunannya seperti kolusi dan nepotisme).

Indonesia kembali meraih penghargaan tingkat Internasional. Setelah sebelumnya hanya berada di urutan ketiga sebagai negara terkorup akhirnya bangsa ini berhasil juga meraih posisi puncak untuk kategori Pejabat Korup. Karena sudah menjadi budaya bangsa (bukankah kita sering mendengar jargon agar menjaga tradisi/budaya bangsa) maka tak heran menjadi pejabat maupun PNS adalah idaman jutaan orang (mereka seolah menutup mata dan telinga dengan kenyataan bahwa secara aturan yang berlaku penghasilan sebagai pejabat negara/PNS sebenarnya tidak lebih besar dibanding profesi/pekerjaan lain--untuk tidak menyebut gaji sebagai PNS adalah pas-pasan sekarang ini). Miliaran rupiah rela disiapkan sebagai pelicin agar bisa menduduki jabatan tertentu (jabatan politik-red). Tak terhitung orang tua yang rela menyediakan puluhan bahkan sampai ratusan juta rupiah agar anaknya bisa diterima sebagai PNS. Bahkan tak sedikit Pemuda-Pemudi bangsa yang katanya sebagai generasi penerus rela menunggu tahun2 berikutnya jika tidak lolos dalam ujian PNS (menunggu dan hanya menunggu sambil berharap tahun berikutnya segera tiba). Tak bisa dipungkiri bahwa pemasukan lain sebagai birokrat seperti sebagai makelar (makelar kasus, makelar proyek,dsb), komisi dari berbagai sumber, maupun hasil jerih payah mengutak-atik angka anggaran menjadi magnet yang begitu dahsyat menarik hati/nurani mereka yang katanya lahir di negara yang religius ini (coba lihat bagaimana bangsa ini beribadah dan merayakan hari suci agamanya-----luar biasa religiusnya). Jamak kita lihat, dengan gaji 3 jutaan rupiah, birokrat kita bisa hidup di rumah miliaran plus berderet mobil mewah menghiasi garasinya.

Apa yang salah dengan bangsa ini? Pantas saja, jurang si kaya dengan si miskin semakin lebar. Rakyat yang seharusnya menjadi objek dari pembangunan , yang seharusnya disejahterakan, masih belum bisa menikmati apa yang seharusnya mereka dapatkan. Bagaimana tidak? Triliunan (puluhan mungkin ratusan) rupiah per tahun uang yang seharusnya digunakan untuk mensejahterakan rakyat melalui pembangunan di berbagai sektor menguap digerogoti tikus-tikus yang bersembunyi di balik selimut yang bernama birokrasi. Disini kanibalisme halus terjadi. Manusia memakan manusia. Abdi negara (yang seharusnya melayani rakyat ) memakan Raja/Ratunya sendiri. Disitulah salah satu letak kesalahan kita. Yang seharusnya mengabdi malah mencuri. Yang seharusnya melayani malah berlagak seperti Raja/Penguasa.

Memang masih banyak orang-orang di birokrasi yang jujur. Sayangnya kejujuran mereka tidak dijadikan contoh oleh mayoritas lain yang telah dibutakan oleh uang. Gaji PNS yang kecil mereka jadikan alasan pembenaran tingkah laku mereka. Kalau sudah tahu bahwa gaji tidak akan cukup tuk memenuhi kebutuhan hidupmu, tidak mampu menyokong gaya hidupmu, kenapa kamu malah memilih untuk menjadi abdi negara? Seharusnya kebutuhan hidupmu, gaya hidupmu disesuaikan dengan gaji yang kamu terima, bukan sebaliknya. Kalau begitu jangan salahkan jika banyak dari kami yang curiga bahwa niat kamu untuk masuk ke pemerintahan/birokrasi sebenarnya adalah bukan untuk mengabdi kepada rakyat/negara tetapi untuk mengabdi kepada nafsumu/ keinginanmu untuk menumpuk kekayaan secara instan (tanpa ada risiko bangkrut, satu2nya risiko yah ketahuan trus dipenjara deh…tapi karena korupsinya dilakukan secara bersama-sama dan kerja sama dengan departemen lain maka cukup aman kan).

Kita memang betul2 bangsa yang cerdas, sangat mempraktekkan prinsip ekonomi, usaha sekecil2nya untuk mendapatkan hasil sebesar2nya. Prinsip kerja keras, tanggung jawab terhadap kewajiban hanya menjadi pegangan sebagian kecil anak bangsa. Santai, leha2, halalkan segala cara menjadi paham yang lebih banyak pengikutnya. Kita lihat bersama, sudah korupsi, kerjanya nyantai (datang ke kantor baca koran,bergosip ria, jam dua masih berkeliaran di jalan/mall dsb) menjadi potret birokrat/PNS kita (tapi tidak semua seperti ini, masih banyak yang lain yang patut diteladani).

Apa yang harus kita lakukan? Saya setuju bahwa gaji PNS harus dinaikkan (gaji menteri saja kalah dengan dirut BUMN). Tetapi kenaikan gaji tersebut harus disertai dengan peningkatan kinerja. Harus ada reward dan punishment. Tidak ada salahnya mempromosikan yang muda yang kinerjanya cemerlang ke posisi lebih tinggi. Dan nampaknya perlu memberikan alternatif pensiun dini kepada mereka yang tidak memberi kontribusi minimal yang diharapkan. Harus dibuat sistem kerja birokrasi yang terstandardisasi. Segala hal harus ada standard yang dijadikan acuan dalam bekerja. Pencegahan terjadinya penyelewengan/korupsi harus terintegrasi di dalam sistem yang ada. Jangan sampai ada celah di dalam sistem kerja dimana memungkinkan korupsi dilegalkan (sebagai bangsa yang cerdas kita pasti mampu menciptakan sistem ini, jangan kalah kepada pihak swasta yang punya mekanisme meminimalkan korupsi). Dan hukum harus dijadikan sebagai panglima. Tidak ada yang kebal terhadap hukum. Yang salah/korup harus ditindak dengan tegas. Pencopotan jabatan tidaklah cukup. Untuk membuat efek jera, mungkin harus diberlakukan hukuman yang berat (mungkin sampai hukuman belasan tahun atau sampai hukuman mati seperti di China?). Niat seseorang untuk korupsi harus dihadapkan pada risiko bahwa ia bisa terkena hukuman sangat3 berat (sampai mati?). Niat seseorang untuk korupsi harus dicegah dengan sistem birokrasi yang tidak memungkinkan hal itu terjadi. Kalau terjadi korupsi maka akan segera terdeteksi (tidak seperti sekarang yang masih berliku2 untuk menyingkap tabir korupsi).

Tetapi melihat kondisi sekarang ini memang masih jauh untuk mengharapkan pejabat/birokrat/PNS takut berkorupsi. Tapi setidaknya sudah ada langkah awal menuju kesana. Sebagai contoh di tingkat pusat, keberadaan KPK dengan sepak terjangnya sekarang ini dapat menjadi angin segar buat kita yang mengharapkan korupsi enyah dari birokrasi kita. Semoga langkah ini terus berlanjut ke arah yang lebih baik (walaupun nantinya ganti presiden, semoga pemberantasan korupsi tetap menjadi salah satu prioritas utama). Mengutip salah satu pengamat ekonomi yang mengatakan bahwa bangsa Indonesia belum bisa sejajar dengan negara maju lainnya (padahal Indonesia dilimpahi sumber daya alam yang melimpah, sumber pertanian dan perikanan yang luar biasa, dan sumber daya manusia yang mumpuni) karena tingkat korupsi yang luar biasa. Jadi, negara kita tetap melarat (walaupun cukup banyak orang kaya) adalah karena penyakit Korupsi…..

Tidak ada komentar: