Kamis, 22 Mei 2008

Bangkit Indonesia

Aku bertanya
Kenapa di negeri yang kaya raya ini kita tetap miskin
Kenapa di negeri yang tanahnya subur ini pangan masih juga susah didapat
Kenapa bangsa yang katanya beragama dan bermoral ini begitu gampangnya menghunus senjata membunuh saudara
Kenapa keadilan menjadi komoditi dagang dengan penawar tertinggi sebagai pemenang

Dulu kita pernah berjuang bersama
Beratus2 tahun lamanya mengangkat senjata melawan kolinialisme dan imperialisme
Bukan hanya dengan senjata, juga dengan diplomasi di meja perundingan
Semua kita lakukan demi sebuah asa yang namanya KEMERDEKAAN
Merdeka berarti penjajah harus angkat kaki dari tanah tercinta ini
Merdeka berarti penjajah tidak berhak lagi mengambil kekayaan negeri yang melimpah ruah ini
Merdeka berarti bahwa bumi air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya, di negeri yang bernama INDONESIA ini, menjadi milik kita, milik rakyat Indonesia
Merdeka berari kita sederajat dengan bangsa lain di mata dunia
Merdeka berarti lestarinya budaya luhung nusantara dari Sabang sampai Merauke

Tapi kita jangan pernah lupa
Saat berjuang dulu tidak sedikit anak bangsa yang rela menjadi antek kolonial
Demi keuntungan pribadi, demi harta, mereka tidak segan menjual nyawa para pejuang bangsa
Mereka rela menggadaikan IBU mereka sendiri, bumi pertiwi kita
Bukalah buku sejarah, maka tidak sedikit kita temukan nama mereka
Jangan pernah lupakan sejarah, karena darinya kita seharusnya bisa belajar
Menjadi pahlawan atau menjadi pengkhianatkah kita

Puluhan tahun telah kita lewati masa sebagai bangsa yang merdeka
Kita pernah memiliki angkatan bersenjata terkuat di asia
Kita pernah dikagumi karena ketahanan pangan bangsa
Kita pernah memilik pertumbuhan ekonomi yang membuat dunia mengacungkan dua jempol
Kita disebut-sebut sebagai salah satu macan asia

Sayang beribu sayang
Semua catatan manis itu telah hilang entah kemana
Naskah prestasi itu telah sobek digerogoti tikus-tikus yang aku heran muncul entah dari mana
Kita memang benar-benar lupa
Lupa pada sejarah, dimana pejuang kita rela mengorbankan bukan hanya harta benda, tetapi juga nyawa mereka demi 17 Agustus 1945
Kita benar-benar lupa arti Sumpah Pemuda
Secara sadar banyak dari kita, tak usah kusebut siapa, telah menjual dan menggerogoti bangsa ini
Demi uang, kepentingan pribadi, kepentingan golongan, kepentingan politik, dan demi kekuasaan
Demi segepok uang kita jual minyak, hasil tambang, dan masih banyak lagi secara sembarangan
Dan dalam hati, perusahaan2 asing itu tersenyum, betapa bodohnya Indonesia, betapa mudahnya mencari keuntungan berlipat-lipat di Indonesia, cukup dengan kau selipkan dolar ke saku pemegang kuasa, kau bisa dapatkan semuanya

Korupsi kolusi dan nepotisme pun mengakar dengan kuatnya
Sumpah jabatan atas nama Tuhan pun hanya menjadi kiasan semata
Yang mereka pedulikan adalah kantong mereka sendiri
Mereka benar-benar adalah pencuri
Mencuri uang rakyat, uang yang seharusnya digunakan untuk kesejahteraan seluruh bangsa
Mereka bukan hanya pencuri, mereka pun adalah pembunuh
Karna korupsi, puluhan juta rakyat masih tetap miskin
Karna korupsi, puluhan juta anak bangsa masih menganggur
Karna korupsi, jutaan anak kehilangan pendidikan yang layak
Karna korupsi, ribuan bayi meninggal kekurangan gizi

Janganlah kita berdiam diri melihat ini semua
Harus kita lakukan sesuatu
Kita lawan penyakit yang sudah kronis ini
Kita pasti bisa
Mulai dari diri sendiri
Selalu ingatlah bahwa saat kau hendak mencuri uang rakyat, kau telah menjadi seorang pembunuh
Kau harus malu, jangan pernah mencuri uang majikanmu

Bangsa kita dianugerahi orang-orang yang cerdas
Bangsa kita masih dipenuhi orang-orang yang jujur
Orang-orang yang masih mencintai bangsa ini
Orang-orang yang tidak akan mencuri satu sen pun dari bumi pertiwi ini
Orang-orang yang benci dengan yang namanya KORUPSI
Orang-orang yang punya mimpi akan bangsa yang adil dan makmur
Pada orang-orang demikianlah seharusnya kita serahkan kendali kapal yang bernama Indonesia

Kepemimpinan tanpa Bendera

Oleh : Sri Sultan Hamengku Buwono X (Jawa Pos, 19 Mei 2008)

Jika saat ini ada orang bertanya ”Apa salah satu tindakan berani seorang pemimpin pada era seperti sekarang ini?” Saya pasti akan menjawab, ”Berani menentang saran penasihatnya!” Sebab, banyak penasihat yang tiba-tiba gamang menghadapi dinamika sosial, politik, dan ekonomi yang bergerak fluktuatif seperti sekarang.

Jika ada penasihat yang menyarankan pembubaran kelompok keagamaan, padahal mereka tidak melakukan ajakan bunuh diri, pemaksaan, dan kekerasan, saran itu harus ditentang.

Jika ada penasihat yang hanya mendorong impor produk “serealia” (biji-bijian seperti padi, gandum, kedelai, jagung, shorgum manis) dan tidak menyarankan gerakan penanaman kembali produk pangan nasional, dia tidak perlu didengar. Jika ada penasihat yang mendorong kenaikan harga BBM, tapi tidak menyarankan bahwa ada cara lain yang bisa ditempuh lebih dulu seperti minta potongan utang luar negeri atau penundaan cicilan, sarannya harus ditunda—juka tidak boleh disebut harus ditolak.

Saran-saran seperti itu muncul karena ada kecenderungan kita untuk mempunyai ingatan (memori) pendek. Kita mudah lupa bahwa kita adalah bangsa yang multikultur. Tekanan sosial, ekonomi, dan politik telah membuat kita gamang, mudah lupa, dan malas melakukan sintesis demi tercapainya keseimbangan baru yang sinergis. Karena itu, harus ada keberanianuntuk melakukan kontestasi terhadap saran-saran tersebut.

Realitas pluralisme Indonesiaselayaknya memang menyadarkan seorang pemimpin bahwa eksistensinya tidak didasarkan pada massa golongan dan bendera politik. Dia hadir karena tindakannya, bukan karena posisinya. Pendeknya, kepemimpinannya adalah tanpa bendera.

Untuk mencapai taraf kepemimpinan tanpa bendera itu, langkah utama yang harus dilakukan adalah keberanian untuk melakukan pembalikan cara pikir.

Selama ini, kita dikerangkeng oleh pemahaman bahwa Sumpah Palapa dari mahapatih gadjah mada adalah sesuatu tanpa cela. Padahal, pemahaman pluralisme seperti itu, yang sebenarnya juga berakar dari seloka Bhinneka Tunggal Ika yang ditulis mpu tantular, juga berarti penaklukan wilayah-wilayah otonom yang akhirnya menjelma menjadi Nusantara.

Cara pikir pluralisme model Sumpah Palapa itu harus digeser menjadi pemahaman pluralisme model Sumpah Pemuda. Berbeda dari Sumpah Palapa yang merupakan relitas penaklukan wilayah, Sumpah Pemuda 28 Oktober 1928 adalah penyatuan wilayah atas inisiatif dari bawah. Ada imajinasi yang dibangun dari bawah oleh kaum muda tentang sebuah bangsa yang bersatu dan berdaulat.

Pembalikan cara berpikir kedua yang harus dilakukan kepemimpinan nasional tanpa bendera adalah mendayagunakan pluralisme yang dimiliki bangsa dan negara sebagai koordinat paradigma pembangunan. Sejauh ini, paradigma pembangunan hanya bergerak pada variabel ekonomika semata, sehingga pertumbuhan ekonomi menjadi semacam “tujuan suci”. Pemahaman seperti ini harus dibalik, dalam hal ini aspek “keadilan” menjadi titik terpenting pembangunan.

Dalam konteks ini, kearifan lokal menajdi roh dari paradigma pembangunan nasional. Karena itu, otonomi daerah harus didorong secara bersama-sama untuk menjadi lebih baik, sehingga proses pembuatan keputusannya mendekati aspirasi masyarakat.

Pembalikan cara berpikir terakhir adalah seorang pemimpin yang tanpa bendera, tanpa massa golongan, harus mampu membangkitkan optimisme publik tentang perasaan berbangsa (nation). Selama ini, pemimpin hanya dituntut memenuhi kebutuhan rakyat yang lebih bersifat “fisik” (pangan, sandang, papan) dan nonfifik elementer seperti pendidikan dan kesehatan.

Padahal, dalam masyarakat pluralisme seperti Indonesia, pemimpin itu juga dituntut membangkitkan kebanggaan berbangsa (nation building). Dengan demikian, akan muncul negarawan-negarawan di setiap sektor. Ada negarawan, petani, buruh, nelayan, guru, pengusaha, dan lain-lain.

Adalah tugas kepemimpinan pemanggul pluralisme bangsa untuk secara konsisten melakukan aksi, bukan sekadar mengejar dan mempertahankan posisi. Aksi itu adalah tindakan yang dilandasi prinsip,”Kehilangan harta benda berarti tak kehilangan apa-apa, kehilangan nyawa berarti kehilangan sebagian, kehilangan kepercayaan berarti kehilangan segala-galanya”.

Hilangnya Sense of Crisis

Baru membaca Kompas online 16 Mei 2008 mengenai artikel rencana kunjungan dinas anggota DPR ke Argentina. Kunjungan kerja ini melibatkan belasan anggota DPR beserta staf dan juga istri atau suami anggota dewan kita yang terhormat. Selayaknya kunjungan tentu saja anggota dewan kita mendapatkan uang saku per hari yang mencapai 4-5 juta rupiah per orang.

Yang membuat saya kecewa adalah ternyata kunjungan kerja disana yang benar2 efektif (berkaitan dengan pekerjaan) adalah 2 hari sedangkan total kunjungan mereka kesana adalah 9 hari. Wah…… Dan dari jadwal yang direlease disana ternyata kunjungan tersebut banyak sekali jalan-jalannya (Pak/Bu, kesana holiday ya?). Mosok holiday pakai duit rakyat. Ga sadar apa, bahwa negara kita ini sedang terpuruk/miskin, sampai2 pemerintah harus menaikkan harga BBM karena APBN kita sudah ga kuat lagi.
Anggota dewan yang katanya mewakili rakyat kok malah seolah-olah ga tahu apa yang dialami konstituennya. Saat rakyat menjerit dengan beban hidup yang makin menjepit, mereka malah berasyik-asyik holiday layaknya orang kaya.

Jadi teringat pada tetangga kos ku dulu di Cikarang-Bekasi. Mbak Susan namanya. Dengan jabatan Manager sebuah perusahaan asing di jababeka, mengharuskannya sering bepergian ke luar negeri berkenaan dengan tugas kantor. Ke China, Thailand, Filipina, dsb. Aku ingat sempet nyeletuk ke dia.. “Wah enak dong Mbak, tugas keluar melulu, banyak jalan2 nih.” Tetapi jawaban yang kuterima adalah, “Jalan-jalan gimana. Tetep ajah kerja disana, pindah kantor sementara ajah. Tetep saja pagi sampai sore/malam kerja. Mau jalan2 malamnya badan dah capek duluan. Kerja nih, bukan holiday. Mendingan aku kerjain di Indonesia kalo bisa.”

Mungkin itu salah satu beda birokrasi kita dengan swasta. Kalau perusahaan swasta tentu saja akan berhitung untung-rugi untuk perusahaan. Mengirim karyawannya ke luar negeri pasti dengan berbagai tugas yang dibebankan. Kalaupun karyawannya diberi kesempatan jalan2 disana, bisa dipastikan pasti porsi jalan2nya jauhhhhhh lebih kecilllll… bahkan terkadang si karyawan harus pake duit pribadi. Nah kalau pejabat pemerintah/DPR sudah umum kita ketahui bersama. Karena aturan mereka yang buat, dan uang yang dipakai adalah uang rakyat, mereka bisa saja (dan sering terjadi) mengatur jalan-jalan keluar negeri sembari kerja (bukan sebaliknya). Jadi pulang dari negeri orang pasti happy lah. Tugas “terlaksanakan”, holiday juga terisi.

BBM tidak perlu Naik

Menurut Rizal Ramli ada alternatif lain bagaimana menyelamatkan anggaran tanpa menaikkan BBM, berikut ini pendapatnya:

1. Indonesia adalah produsen minyak, harga BBM bisa tidak dinaikkan kalau produksi minyak tidak turun (intinya ya naikkan produksi minyak kita).
2. Ada peraturan jika harga minyak dunia naik maka transfer atau uang yang dikirim ke daerah-daerah penghasil minyak bumi dan gas juga naik. Kalau Indonesia lagi krisis, mestinya uang itu distop dulu, karena daerah juga belum siap menggunakan jika ada uang begitu. Akhirnya karena ada uang, mereka beli surat utang Bank Indonesia. Akhirnya negara mensubsidi bunga, tapi uangnya tidak kemana-mana.
3. Pemerintah Indonesia setiap tahun mensubsidi bank-bank yang direkapitalisasi, nilainya setiap tahun mencapai 35 triliun rupiah. Kalau ini dihentikan, tentu negara sudah melakukan penghematan sehingga tak perlu menaikkan harga BBM.
4. Anggaran negara 25% dipakai untuk membayar utang dan bunga pinjaman luar negeri. Padahal banyak dari utang itu istilahnya utang najis yang dulu pinjaman luar negeri tapi dikorupsi oleh pejabat-pejabat orde baru. Harusnya negara berani melakukan renegosiasi hutang seperti banyak dilakukan negara lain. Jadi, untuk bayar cicilan utang saja lebih tinggi dari total anggaran pendidikan kita. Termasuk lebih tinggi dari gaji pegawai negeri termasuk TNI dan Polri.
5. Dulu (jaman Gus Dur) diterapkan para menteri tidak naik pesawat first class. Dirjen, gubernur pakai kelas ekonomi. Artinya dilakukan penghematan anggaran hingga 4 triliun rupiah. Tetapi yang dilakukan pemerintah SBY sekarang malah mengeluarkan penetapan menteri harus naik pesawat first class, hotel juga harus minimal bintang 4.
6. Pertamina dan PLN tidak efisien. Ongkos produksi Pertamina untuk menghasilkan BBM termasuk paling tinggi di Asia. Itu karena banyak KKN-nya. Pertamina harus mengimpor BBM sebanyak 300 ribu barel per hari dengan alasan kilang-kilang kita harus dicampur. Minyak Indonesia yang tinggi sulfurnya dengan minyak Timteng yang rendah sulfurnya. Tetapi alasan ini terlalu dibuat-buat, sebab seharusnya pemerintah bisa memodifikasi kilang2 yang ada, sehingga bisa memproses minyak mentah sulfur produksi Indonesia. Kalau itu dilakukan kita tidak perlu impor minyak. Kenapa hal ini tidak dilakukan karena ada Mr X orang Indonesia yang terima USD 2 per barrel setiap kali Indonesia impor. Jadi Mr X ini terima 6 Miliar rupiah per hari. Ini yang mereka pakai untuk setor ke pusat-pusat kekuasaan.

Alternatif Pencegahan Kenaikan Harga BBM

Pemerintah benar-benar menghadapi dilema terkait dengan keputusan untuk menaikkan harga BBM. Protes keras dari berbagai elemen masyarakat menolak kenaikan harga BBM terus mengalir baik dari kalangan masyarakat, mahasiswa, praktisi, pengamat sosial ekonomi dan politik, juga dari kalangan DPR. Presiden dan jajarannya pun menyadari risiko politik yang bisa terjadi menyangkut kebijakan yang akan diambil ini, termasuk kehilangan puluhan juta suara rakyat di pemilu presiden tahun depan (jika mencalonkan diri lagi tentunya).

Disatu sisi, alasan/dasar pertimbangan yang dikemukakan oleh pemerintah terkait dengan kenaikan harga BBM sangat logis. Naiknya harga minyak dunia menyebabkan beban subsidi BBM yang harus ditanggung oleh APBN kita sangatlah besar (mencapai lebih dari 250 triliun rupiah per tahun dengan asumsi harga minyak dunia berkisar 120an US dollar). Kalau BBM tetap disubsidi maka pemerintah harus mengorbankan anggaran pembangunan yang lain (ujung2nya malah akan menghambat perekonomian negara bahkan besar kemungkinan malah akan jauh lebih buruk dibanding krisis tahun 97-98 kemaren). Terlebih lagi subsidi BBM tersebut harus kita akui lebih banyak dinikmati oleh warga dari golongan mampu (yang pakai mobil pribadi kan ikut menikmati subsidi BBM juga). Agar akibat yang timbul terkait kenaikan harga BBM tersebut tidak berdampak besar untuk rakyat yang benar2 membutuhkan, pemerintah telah menyiapkan program untuk rakyat miskin seperti beras raskin, BLT (bantuan langsung tunai), dsb.

Disisi lain, pendapat berbagai kalangan termasuk praktisi, bahwa BLT, dsb tidak akan efektif malah cenderung bisa menimbulkan masalah baru, patut dicermati. Penyimpangan pemberian BLT, menanamkan sifat ketergantungan masyarakat (alih-alih memperkuat kemampuan masyarakat untuk mampu meningkatkan penghasilannya), dsb adalah efek negatif yang dapat muncul. Karenanya banayk kalangan menyerukan agar pemerintah mengambil alternatif lain menyikapi melonjaknya harga minyak dunia. Kalaupun BBM naik, itu adalah opsi terakhir.

Dewan Perwakilan Daerah (DPD) telah menolak rencana pemerintah menaikkan harga BBM. DPD mengusulkan kepada pemerintah 9 opsi untuk menyelamatkan APBN, yaitu:
1. Penjadwalan pembayaran utang luar negeri dan pengurangan pembayaran bunga obligasi rekapitalisasi BLBI.
2. Membebankan pajak yang tinggi perusahaan minyak dan gas yang memperoleh keuntungan luar biasa dari kenaikan harga minyak di pasar dunia (windfall profit tax).
3. Membebankan pajak yang tinggi juga terhadap produk pertambangan dan komoditas tertentu yang juga mengalami lonjakan harga di pasar dunia, seperti emas, batu bara dan CPO.
4. Memotong alokasi anggaran belanja yang berprioritas rendah, baik di tingkat pusat maupun daerah, seperti pembangunan atau perehabilitasian gedung pemerintahan dan rumah jabatan, serta pembelian kendaraan dinas (apalagi kalau pemerintah dan DPR mau memberi contoh menjual mobil tunjangan jabatan yang mewah dan menggantinya dengan yang sederhana, trus mengurangi/menghilangkan anggaran kunjungan kerja yang tidak penting).
5. Mengefisienkan penggunaan energi, konservasi energi, serta melakukan tata kelola usaha yang transparan dan akuntabel (berani ngga ya, ntar ketahuan banyak pejabat yang korup).
6. Reformasi tata niaga minyak dan gas serta menghilangkan peran pialang (broker) (kalau ini diusut pasti ketahuan banyak pejabat atau keluarga pejabat yang menjadi broker).
7. Meningkatkan produksi minyak dan gas.
8. Mengefisienkan cost recovery dan menghilangkan potensi kerugiannya (berarti jangan2 ada kongkalikong pejabat dengan perusahaan minyak/tambang asing sehingga cost recoverynya digelembungkan sedemikian besar).
9. Meningkatkan dan memantapkan upaya mengatasi masalah kemiskinan.


Karena subsidi BBM tersebut ternyata paling banyak dinikmati oleh orang mampu bukankah akan sangat tepat jika untuk mereka yang menggunakan mobil pribadi (bisa dibuat klasifikasi/kriteria) diharuskan memakai pertamax dan sejenisnya yang tidak disubsidi, sedangkan premium hanya diperuntukkan sepeda motor dan kendaraan umum (plus di tiap SPBU aparat polisi/TNI ditugaskan mengawasi bahwa program ini berjalan dengan benar) . Selain adil buat rakyat miskin juga bisa menjadi alternatif solusi mengurangi kemacetan bukan?

Krisis BBM---Motor Listrik Sebagai Alternatif

Sekarang ini kita dihadapkan pada pilihan yang sulit terkait dengan melonjaknya harga minyak dunia. Semakin meningkatnya konsumsi minyak yang tidak berbanding lurus dengan supply/produksi (termasuk juga karena terjadinya konflik di negara-negara produsen) menyebabkan kenaikan harga minyak dunia tidak bisa dihindari. Hal ini berimbas pada meroketnya subsidi BBM yang harus ditanggung oleh pemerintah. Kita memang termasuk negara produsen minyak, tetapi karena kita belum mampu mengolah minyak mentah secara optimal menyebabkan kita mengekspor minyak mentah lalu mengimpornya kembali. Pun ladang-ladang minyak yang kita punya belum bisa kita eksplorasi dengan maksimal (supply lebih kecil dibanding kebutuhan dalam negeri). Ujung-ujungnya kita akan bersiap menghadapi kenyataan dinaikkannya harga BBM. Mau tidak mau nampaknya hal ini harus dilakukan jika harga minyak dunia tetap menggila. Kalau tidak maka APBN kita akan jebol, pemerintah tidak akan mampu membiayai proyek pembangunan dibidang lain jika anggaran yang ada terpaksa digunakan untuk subsidi BBM.

Ajakan pemerintah untuk melakukan penghematan BBM dan listrik harus kita dukung. Kita harus akui bahwa kita sangat boros energi. Sedikit-sedikit pakai kendaraan bermotor, tidak peduli jauh atau dekat. Semua berlomba-lomba membeli kendaraan (dan tragisnya banyak yang membeli bukan karena kebutuhan, tetapi untuk image/gengsi). Selama bisa bawa mobil, buat apa naik angkot? Begitulah mungkin yang ada dipikiran orang-orang yang sangat mengagungkan citra/gengsi. Kalau rumah/kamar ga pakai AC, apa kata dunia? Kalau perlu AC-nya di set pada suhu 17-18 derajat, suhu 25 masih panas (sepertinya ga sadar kalau kita hidup di negara tropis, dan kita sudah terbiasa dengan suhu luar 28-33).Penghematan listrik harus kita lakukan karena sangat berkaitan erat dengan krisis BBM. Sebagian besar pembangkit listrik di negara kita menggunakan BBM sebagai sumber energinya.

Terkait dengan semakin mahalnya harga BBM sekarang ini ternyata telah hadir motor listrik di pasaran (di Bali sudah ada juga lho). Kendaraan ini akan mampu menjawab 2 isu utama sekaligus, yaitu menjaga bumi tetap bersih tanpa kontaminasi bahan bakar minyak (ramah lingkungan), dan hemat energi, karena untuk jarak tempuh 80 km memerlukan 1.5 kWh (atau setara dengan Rp 900). Kecepatan maksimal yang bisa dicapai pun lumayan, 45 km/jam. Kalau baterai sudah melemah, tinggal di recharger. Mungkin sekarang kita harus memberi perhatian yang lebih untuk produk motor listrik ini. Anda berminat?

Korupsi-----Sebuah Budaya Baru

Indonesia telah dikenal sebagai negara/bangsa dengan keanekaragaman budaya dan adat istiadat. Terbentang dari Sabang sampai Merauke, terdiri dari berbagai suku bangsa, menganugerahi kita berbagai tradisi dan adat yang unik dan berbeda antar daerah/suku. Di dalam negara ini terdiri dari berbagai agama, bahasa, dan berbagai hal lain yang berbeda. Tetapi patut disyukuri juga, disamping begitu banyak hal yang berbeda, kita memiliki satu kesamaan dari Ujung Barat sampai Ujung Timur Indonesia yaitu sebuah budaya baru yang entah sejak kapan lahir di bumi pertiwi ini yaitu Korupsi (berikut turunannya seperti kolusi dan nepotisme).

Indonesia kembali meraih penghargaan tingkat Internasional. Setelah sebelumnya hanya berada di urutan ketiga sebagai negara terkorup akhirnya bangsa ini berhasil juga meraih posisi puncak untuk kategori Pejabat Korup. Karena sudah menjadi budaya bangsa (bukankah kita sering mendengar jargon agar menjaga tradisi/budaya bangsa) maka tak heran menjadi pejabat maupun PNS adalah idaman jutaan orang (mereka seolah menutup mata dan telinga dengan kenyataan bahwa secara aturan yang berlaku penghasilan sebagai pejabat negara/PNS sebenarnya tidak lebih besar dibanding profesi/pekerjaan lain--untuk tidak menyebut gaji sebagai PNS adalah pas-pasan sekarang ini). Miliaran rupiah rela disiapkan sebagai pelicin agar bisa menduduki jabatan tertentu (jabatan politik-red). Tak terhitung orang tua yang rela menyediakan puluhan bahkan sampai ratusan juta rupiah agar anaknya bisa diterima sebagai PNS. Bahkan tak sedikit Pemuda-Pemudi bangsa yang katanya sebagai generasi penerus rela menunggu tahun2 berikutnya jika tidak lolos dalam ujian PNS (menunggu dan hanya menunggu sambil berharap tahun berikutnya segera tiba). Tak bisa dipungkiri bahwa pemasukan lain sebagai birokrat seperti sebagai makelar (makelar kasus, makelar proyek,dsb), komisi dari berbagai sumber, maupun hasil jerih payah mengutak-atik angka anggaran menjadi magnet yang begitu dahsyat menarik hati/nurani mereka yang katanya lahir di negara yang religius ini (coba lihat bagaimana bangsa ini beribadah dan merayakan hari suci agamanya-----luar biasa religiusnya). Jamak kita lihat, dengan gaji 3 jutaan rupiah, birokrat kita bisa hidup di rumah miliaran plus berderet mobil mewah menghiasi garasinya.

Apa yang salah dengan bangsa ini? Pantas saja, jurang si kaya dengan si miskin semakin lebar. Rakyat yang seharusnya menjadi objek dari pembangunan , yang seharusnya disejahterakan, masih belum bisa menikmati apa yang seharusnya mereka dapatkan. Bagaimana tidak? Triliunan (puluhan mungkin ratusan) rupiah per tahun uang yang seharusnya digunakan untuk mensejahterakan rakyat melalui pembangunan di berbagai sektor menguap digerogoti tikus-tikus yang bersembunyi di balik selimut yang bernama birokrasi. Disini kanibalisme halus terjadi. Manusia memakan manusia. Abdi negara (yang seharusnya melayani rakyat ) memakan Raja/Ratunya sendiri. Disitulah salah satu letak kesalahan kita. Yang seharusnya mengabdi malah mencuri. Yang seharusnya melayani malah berlagak seperti Raja/Penguasa.

Memang masih banyak orang-orang di birokrasi yang jujur. Sayangnya kejujuran mereka tidak dijadikan contoh oleh mayoritas lain yang telah dibutakan oleh uang. Gaji PNS yang kecil mereka jadikan alasan pembenaran tingkah laku mereka. Kalau sudah tahu bahwa gaji tidak akan cukup tuk memenuhi kebutuhan hidupmu, tidak mampu menyokong gaya hidupmu, kenapa kamu malah memilih untuk menjadi abdi negara? Seharusnya kebutuhan hidupmu, gaya hidupmu disesuaikan dengan gaji yang kamu terima, bukan sebaliknya. Kalau begitu jangan salahkan jika banyak dari kami yang curiga bahwa niat kamu untuk masuk ke pemerintahan/birokrasi sebenarnya adalah bukan untuk mengabdi kepada rakyat/negara tetapi untuk mengabdi kepada nafsumu/ keinginanmu untuk menumpuk kekayaan secara instan (tanpa ada risiko bangkrut, satu2nya risiko yah ketahuan trus dipenjara deh…tapi karena korupsinya dilakukan secara bersama-sama dan kerja sama dengan departemen lain maka cukup aman kan).

Kita memang betul2 bangsa yang cerdas, sangat mempraktekkan prinsip ekonomi, usaha sekecil2nya untuk mendapatkan hasil sebesar2nya. Prinsip kerja keras, tanggung jawab terhadap kewajiban hanya menjadi pegangan sebagian kecil anak bangsa. Santai, leha2, halalkan segala cara menjadi paham yang lebih banyak pengikutnya. Kita lihat bersama, sudah korupsi, kerjanya nyantai (datang ke kantor baca koran,bergosip ria, jam dua masih berkeliaran di jalan/mall dsb) menjadi potret birokrat/PNS kita (tapi tidak semua seperti ini, masih banyak yang lain yang patut diteladani).

Apa yang harus kita lakukan? Saya setuju bahwa gaji PNS harus dinaikkan (gaji menteri saja kalah dengan dirut BUMN). Tetapi kenaikan gaji tersebut harus disertai dengan peningkatan kinerja. Harus ada reward dan punishment. Tidak ada salahnya mempromosikan yang muda yang kinerjanya cemerlang ke posisi lebih tinggi. Dan nampaknya perlu memberikan alternatif pensiun dini kepada mereka yang tidak memberi kontribusi minimal yang diharapkan. Harus dibuat sistem kerja birokrasi yang terstandardisasi. Segala hal harus ada standard yang dijadikan acuan dalam bekerja. Pencegahan terjadinya penyelewengan/korupsi harus terintegrasi di dalam sistem yang ada. Jangan sampai ada celah di dalam sistem kerja dimana memungkinkan korupsi dilegalkan (sebagai bangsa yang cerdas kita pasti mampu menciptakan sistem ini, jangan kalah kepada pihak swasta yang punya mekanisme meminimalkan korupsi). Dan hukum harus dijadikan sebagai panglima. Tidak ada yang kebal terhadap hukum. Yang salah/korup harus ditindak dengan tegas. Pencopotan jabatan tidaklah cukup. Untuk membuat efek jera, mungkin harus diberlakukan hukuman yang berat (mungkin sampai hukuman belasan tahun atau sampai hukuman mati seperti di China?). Niat seseorang untuk korupsi harus dihadapkan pada risiko bahwa ia bisa terkena hukuman sangat3 berat (sampai mati?). Niat seseorang untuk korupsi harus dicegah dengan sistem birokrasi yang tidak memungkinkan hal itu terjadi. Kalau terjadi korupsi maka akan segera terdeteksi (tidak seperti sekarang yang masih berliku2 untuk menyingkap tabir korupsi).

Tetapi melihat kondisi sekarang ini memang masih jauh untuk mengharapkan pejabat/birokrat/PNS takut berkorupsi. Tapi setidaknya sudah ada langkah awal menuju kesana. Sebagai contoh di tingkat pusat, keberadaan KPK dengan sepak terjangnya sekarang ini dapat menjadi angin segar buat kita yang mengharapkan korupsi enyah dari birokrasi kita. Semoga langkah ini terus berlanjut ke arah yang lebih baik (walaupun nantinya ganti presiden, semoga pemberantasan korupsi tetap menjadi salah satu prioritas utama). Mengutip salah satu pengamat ekonomi yang mengatakan bahwa bangsa Indonesia belum bisa sejajar dengan negara maju lainnya (padahal Indonesia dilimpahi sumber daya alam yang melimpah, sumber pertanian dan perikanan yang luar biasa, dan sumber daya manusia yang mumpuni) karena tingkat korupsi yang luar biasa. Jadi, negara kita tetap melarat (walaupun cukup banyak orang kaya) adalah karena penyakit Korupsi…..

Jumat, 16 Mei 2008

Terpesona

Terpesona aku
Malam itu
Saat ku jumpa lagi denganmu
Senyum menawan
Cahaya menghias wajah mu
Melihatmu tertawa

Semakin hari
Dirimu makin menggelitik hati ini
Ku berharap
Dapat bertatap lagi denganmu
Bukan hanya tuk sesaat

Ku masih menunggu
Kesempatan tuk kenali dirimu
Ketulusanmu tuk kenali diriku
Beri aku secercah cahaya di kegelapan ini

Jumat, 02 Mei 2008

Senandung Hati

Cintaku
Dengarkanlah
Berikan aku waktu tuk bicara
Bukan tentang orang lain
Ini tentang aku dan kamu
Ini tentang perasaanku kepadamu
Cinta dan sayangku padamu

Aku memang bukan dia
Yang selama ini telah ada di hatimu
Yang selama ini telah temani hari-harimu
Yang melihatmu tertawa
Yang menemani tangismu

Sekali lagi aku memang bukan dia
Dan akupun tidak ingin menjadi dia
Aku adalah aku

Aku mungkin tidak bisa menjadi pendengar yang baik saat kau berkeluh kesah tentang banyak hal
Aku mungkin tidak bisa menjadi orang bijak yang membantu memecahkan masalah2 yang menghampirimu
Aku mungkin tidak bisa mengembalikan keceriaan dalam raut wajahmu saat kau bersedih
Aku juga mungkin tidak akan selalu ada saat kau membutuhkanku

Lalu apa yang bisa aku berikan kepadamu?
Aku hanya bisa memberi ketidaksempurnaanku
Aku bukan dewa
Aku hanya manusia biasa
Aku hanya sang lelaki
Lelaki yang sedang mengenal cinta
Lelaki yang sedang belajar tentang cinta
Lelaki yang sedang belajar bagaimana harus mencinta

Aku hanya lelaki….bukan arjuna
Yang sedang berlutut untuk datangnya sebuah kesempatan
Kesempatan untuk mencinta
Dan itu aku nantikan darimu