Senin, 28 April 2008

Uluwatu (2) ----- Cerita berlanjut……

Kisruh berkenaan dengan ‘pemerkosaan’ kawasan suci Uluwatu terus berlanjut. Setelah munculnya isu ini ke permukaan, banyak fakta mengejutkan mulai terungkap. Belasan villa ternyata telah bermunculan di area yang termasuk kawasan suci Uluwatu (yang secara peraturan tidak diijinkan). Dan hebatnya lagi, ternyata villa-villa tersebut telah mengantongi ijin dari Pemkab Badung. Dan semakin hebat lagi ternyata Pemkab berani mengeluarkan ijin karena mengaku tidak pernah ada protes dari warga.

Saya salut sekali dengan tindakan pejabat/instansi yang memberi ijin. Salut karena mereka sangat berani melanggar peraturan yang ada. Keberanian memang sikap mental yang kita butuhkan jika kita ingin berhasil meraih sesuatu. Tapi sayang sekali bapak/ibu pejabat sekalian, keberanian yang anda pertontonkan tidak pada tempatnya. Kalau anda berani menolak permohonan ijin investor untuk mendirikan villa karena hal tersebut dilarang oleh peraturan yang berlaku, maka kami akan bangga dengan kalian. Mungkin anda beralasan bahwa ijin itu dikeluarkan karena anda berpihak kepada warga Pecatu. Warga Pecatu tidak dapat memanfaatkan lahan yang mereka punya di area kawasan suci karena lahan tersebut berkapur dan tidak cocok untuk ditanami sesuatu yang menghasilkan uang, di lain pihak warga terkena beban pajak yang sangat tinggi (karena dianggap lahan berada di kawasan pariwisata-bahkan ada yang harus membayar 30 juta setahun padahal lahan tidak bisa dimanfaatkan).

Sebagai abdi negara yang ‘digaji’ oleh rakyat maka sudah sepantasnya bapak/ibu dan rekan sekalian yang duduk di pemerintahan mengabdi untuk kepentingan rakyat. Pekerjaan sebagai abdi negara adalah pekerjaan yang sangat mulia (bukankah kita semua ingin mengabdi, baik untuk diri sendiri, keluarga, masyarakat, bangsa dan negara). Sebagai mahluk Tuhan yang dibekali intelektual untuk mengatasi masalah yang dihadapi, terlebih duduk di pemerintahan, saya yakin banyak alternatif yang bisa dilakukan untuk membantu warga Pecatu berkaitan dengan masalah tersebut tanpa melanggar peraturan yang sudah ada. Kalau toh peraturan yang sudah ada ternyata tidak berpihak kepada mereka, bukankah peraturan tersebut bisa diusulkan untuk diubah? Kalau toh peraturan mengenai batas suci Sad Khayangan sejauh radius 5 km tidak bisa diutak-atik lagi (peraturan ini tentu sudah dibuat dengan pertimbangan yang sangat matang demi kepentingan Bali sebagai sebuah Pulau Spiritual), bukankah masih ada laternatif lain. misalnya dengan meringankan beban pajak bagi warga disana.

Ketika memutuskan untuk bekerja di pemerintahan, seharusnya kita semua sudah tahu hak dan kewajiban yang akan kita jalani. Sebagai abdi negara, tugas bapak/ibu dan rekan sekalian bukanlah sebagai pedagang, bukan sebagai makelar. Kalau mau jadi pengusaha/pedagang ya jangan masuk ke pemerintahan. Atau silakan menjadi pedagang/pengusaha di luar waktu yang harus anda sediakan sebagai abdi negara. Tetapi tolonglah jangan jadikan wewenang yang melekat pada jabatan anda sebagai kesempatan meraih keuntungan secara finansial (istilah untung rugi seharusnya adalah alamnya dunia ekonomi, dunianya pedagang/pengusaha). Saya pribadi yakin bahwa anda tahu tentang aturan yang melarang pembangunan di kawasan suci tersebut. Lalu, apakah karena tergiur dengan gemerincing uang yang ditawarkan oleh investor anda seketika berubah menjadi seorang pedagang? Dalam hal ini tentu saja anda berdagang ijin, ijin untuk membangun. Sungguh sangat sangat sangat menyedihkan. Ternyata uang memang bisa membeli segalanya, termasuk HARGA DIRI kita. Terlepas dari benar tidaknya ada permainan uang dalam keluarnya ijin tersebut (bahkan saat proses pembangunannya pun tidak ada protes dari pengawas), saya sebagai warga biasa tetap mengucapkan terima kasih atas pelajaran yang bapak/ibu berikan melalui kasus ini. Kasus ini bisa kita jadikan contoh. Contoh baik yang patut kita teladani atau contoh buruk yang sebaiknya kita hindari. Dan kita bebas menentukan pilihan mana yang akan kita ikuti.

*Menurut informasi, 3 Dinas terkait keluarnya ijin tersebut terkesan saling lempar tanggung jawab (kalau masalah tanggung jawab pasti saling lempar, kalau urusan duit…… hehehehe)

Tidak ada komentar: