Kamis, 26 Juni 2008

Pemberantasan Korupsi di Era SBY

Sudah hampir 4 tahun Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) memegang tampuk pemerintahan Indonesia. Selama masa kepemimpinan beliau harus diakui banyak hal positif yang dapat diraih/dilaksanakan. Terlepas dari banyaknya kritik dan ketidakpuasan atas kepemimpinannya karena dianggap belum mampu membawa masyarakat kita ke arah adil dan makmur, kita harus jujur mengakui bahwa tidak sedikit pondasi yang telah dibangun dalam rangka mencapai tujuan negara ini sesuai yang tercantum dalam pembukaan UUD 1945. Sejauh ini memang lebih sering terdengar gaungnya kegagalan pemerintah dalam memimpin bangsa ini. Sedikit sekali komentar positif tentang pemerintahan kita (mungkin karena sikap bangsa ini yang memang lebih suka sebagai tukang kritik, mungkin karena para elite politik yang suka menggunakan segala cara demi meraih/merebut kekuasaan).

Sejak belasan tahun lalu pun sudah lantang dikemukakan banyak pihak bahwa bangsa ini hancur karena budaya korupsi yang begitu merajalela di birokrasi kita. Terlebih setelah “jatuh”nya pemerintahan Presiden Soeharto, orang tidak takut lagi untuk berkomentar mengenai budaya korupsi yang sudah mendarah daging. Setelah era reformasi dimulai pemerintah “mungkin” telah menyadari adanya penyakit korupsi yang sudah siap membunuh negara ini dan memulai upaya pemberantasannya.

Presiden republik ini muncul silih berganti. Tetapi dapat dikatakan pemberantasan korupsi hanyalah sebatas jargon semata tanpa ada upaya nyata di lapangan (malah banyak kalangan menganggap korupsi semakin menjadi-jadi). Konstelasi politik negara ini disinyalir ikut bertanggung jawab kenapa presiden seolah-olah tidak berdaya melawan korupsi. Tekanan dari elite politik ternyata berkekuatan lebih besar dari daya yang dimiliki presiden dan jajarannya untuk melawan korupsi (patut diingat bahwa Presiden sebelumnya dipilih dan diangkat oleh rakyat melalui MPR, jadi presiden dijatuhkan ditengah jalan adalah sesuatu yang mungkin----Gus Dur sebagai contoh). Sudah bukan rahasia lagi bahwa badan legislatif yang seharusnya mengawasi eksekutif adalah sarang koruptor. Jadi kalau presiden mau memberantas korupsi anak buahnya/eksekutif pasti ujung-ujungnya akan menyeret banyak oknum di legislatif (DPR dan MPR). Jadinya ya mereka saling tahu sama tahu lah. Saudara seguru seilmu tidak boleh saling menyakiti (begitu kira-kira semboyan mereka). Korupsi berjamaah pun semakin merajalela. Tidak hanya di pusat, tetapi juga di daerah. Terlebih kemudian dengan adanya otonomi daerah, munculnya raja-raja kecil yang korup semakin menjadi-jadi.

Pemilihan presiden secara langsung oleh rakyat, kemudian dibentuknya superbody KPK (Komisi Pemberantasan Korupsi) dan tentu saja komitmen Presiden untuk tetap konsisten memberantas korupsi walau dibawah tekanan pihak-pihak tertentu yang memiliki kekuatan politik yang besar (pihak2 yang tidak mendukung pemberantasan korupsi sudah jelas dapat kita golongkan sebagai koruptor juga) telah membawa angin segar untuk bangsa ini. Selama pemerintahan SBY sudah tidak terhitung lagi jumlah pejabat yang diseret ke pengadilan dan terbukti bersalah. Baik dari kalangan DPR, mantan menteri, Bupati, Gubernur, Aparat Hukum, dsb. Dibandingkan pemerintahan sebelum2nya, Pak SBY seharusnya masuk rekor MURI sebagai Presiden yang secara tidak langsung menjebloskan pejabat dan mantan pejabat baik pusat maupun daerah ke penjara dalam jumlah terbanyak (sejauh ini).

Sebagai warga negara dengan pemikiran dan pengetahuan yang masih dangkal, saya memberi apresiasi kepada SBY terkait dengan pemberantasan korupsi. Semoga melalui KPK, budaya korupsi ini akan dapat diberantas. Salut untuk kinerja KPK sejauh ini (kalau bisa obok-obok sampai daerah juga). Mari kita dukung bersama pemberantasan korupsi. Say No to Corruption

Tidak ada komentar: