Minggu, 20 Juli 2008

Menyelamatkan Bali


Bali adalah daerah wisata utama di Indonesia, bahkan sudah sangat terkenal di seluruh dunia. Berkembangnya industri pariwisata di Bali pada akhirnya menjadikannya tulang punggung perekonomian Bali. Ini adalah sebuah fakta, sebuah realitas. Sebuah kenyataan pula bahwa perkembangan dunia pariwisata telah membuat wajah Bali berubah sangat drastis.Ribuan hektar lahan telah beralih fungsi menjadi hotel, restaurant, villa, pusat pertokoan sebagai konsekuensi jutaan wisatawan mancanegara yang membanjiri Bali per tahun.

Jutaan dolar yang dihamburkan wisatawan telah menggerakkan perekonomian Bali. Kita harus mengakui bahwa tanpa pariwisata maka Bali akan mati saat ini. Tapi apakah dengan pola pembangunan kepariwisataan saat ini yang semakin meminggirkan alam (dengan mengalihfungsikan lahan persawahan, perbukitan, sungai, pantai,dsb) akan mampu membawa Bali tetap menjadi daerah tujuan pariwisata utama secara berkesinambungan?

Kekhawatiran justru datang dari orang asing yang membandingkan kondisi Bali saat ini dengan puluhan tahun lampau. Bali sudah tidak seperti dulu lagi. Alam yang rusak, budaya yang semakin rapuh, manusia yang semakin materialistis, sampah yang semakin banyak diterima karena kedatangan semakin banyak manusia, adalah gejala yang bisa diamati yang akan membawa kehancuran. Apa yang akan menjadi daya tarik Pulau nan Magis ini 20-30 tahun ke depan? Apakah kompleks pertokoan mewah, kompleks hotel dan villa yang akan mereka cari? Ataukah hamparan sawah luas, bukit menghijau, pantai bersih nan elok dan areal kosong seperi puluhan tahun lalu? Apakah jalanan nan macet karena ratusan bus berisi wisatawan menjejali jalan atau suasana jalan yang lancar dan cukup lengang sehingga mereka bisa menikmati alam sambil berjalan kaki?

Dikalangan kita sendiri muncul pemikiran bahwa Bali harus mendatangkan lebih banyak wisatawan lagi. Karena itu perlu dibangun bandara baru (atau perluasan bandara yang ada), dan selanjutnya adalah tentu saja penambahan infrastruktur pariwisata lain seperti hotel, villa, restaurant, kompleks pertokoan, penambahan sarana transortasi, dst. Bayangkan jika belasan juta wisatawan asing mendatangi Bali per tahun (sekarang kurang dari 2 juta), sungguh luar biasa perekonomian Bali (pasti inilah terpikir di pikiran kita). Tapi apakah kita akan berpikir sanggupkah Bali menanggung beban yang akan diterima sehubungan dengan hal itu? Apakah kita harus merelakan semakin sedikit lahan kosong karena diperuntukkan fasilitas pariwisata? Apakah kita mampu melihat dan menjalani kemacetan seperti yang saat ini terjadi di Jakarta? Bali ini pulau kecil, Bali ini terkenal karena budayanya, persawahannya, alamnya, jangan lupakan itu.

Butuh strategi yang tepat agar pariwisata Bali tetap maju tanpa mengorbankan lingkungan Bali yang asri. Pariwisata yang berkualitas, yang segmented. Perekonomian Bali memang tergantung dari banyaknya uang yang dikeluarkan mereka di sini. Karena itu sangat menarik pendapat dari penerbit majalah Tropical Homes. Kenapa Bali tidak mentarget wisatawan yang kaya (sangat kaya) yang akan mengeluarkan uang banyak selama berwisata di Bali. Mana yang lebih baik, 100 ribu wisatawan setahun dengan pengeluaran 500 dolar per hari atau 1 juta wisatawan setahun dengan hanya pengeluaran 50 dolar per hari? Saya pribadi tentu saja akan menjawab pilihan pertama. Uang yang diterima oleh Bali sama tetapi beban Bali lebih ringan. Semakin sedikit hotel yang dibutuhkan, dst..dst…
Tentu lalu ada sanggahan, tenaga kerja yang ada akan diserap sektor apa? Bali dulu dikenal akan komoditas pertaniannya yang unggul, peternakannya yang bagus. Sektor inilah yang harus digalakkan. Pertanian, peternakan, perikanan. Bisa jadi Bali akan dikenal sebagai penghasil daging sapi berkualitas nomor wahid, kelapa, cengkeh, vanili, kopi, dsb. Bali bisa kaya tidak hanya dari sektor pariwisata. Pertanyaan selanjutnya maukah kita? (mungkin sulit jika banyak pejabat kita yang masih punya hotel ,villa dan sebagainya yang kelasnya hanya bintang 2 kebawah---mereka tentu tidak mau usaha mereka itu tutup bukan?---jadinya tetep ajah genjot kedatangan wisatawan-wisatawan yang “miskin” itu, hehehehe)

Kalau kita mau, bagaimana caranya? Tentu saja dilakukan upaya marketing agar semakin banyak wisatawan kaya ke Bali (orang Bali pintar2 kok, pasti bisa). Lalu bagaimana mencegah wisatawan yang tidak terlalu kaya?. Banyak alternatif. Misalnya naikkan visa on arrival, trus pajak kamar hotel ditingkatkan pula, pajak atas makanan yang dikonsumsi di restaurant,dsb. Mereka akan berpikir pula pada akhirnya. Kalau sekarang banyak sekali wisatawan yang tinggal berbulan2 di Bali dengan pengeluaran per hari sama seperti penduduk lokal (mereka nge-kos lho, dan masak pula sendiri). Akhirnya dengan pajak yang tinggi mereka paling seminggu saja di Bali (hehehehehe).

*Budaya bali yang luhung lahir dari masyarakat agraris, karena itu kalau ingin Bali tetap ajeg maka jadikan bali tidak hanya terkenal karena pariwisatanya, tetapi juga karena pertanian dan peternakannya.

Tidak ada komentar: