Kamis, 26 Juni 2008

Jatuh Cinta

Hadirnya dirimu temani hari-hari ku, t’lah usir sepi yang kerap datang
Tiada lagi kesendirian, tiada lagi tatapan kosong
Pelukan sayang hangatkan kalbu, genggaman kasih teguhkan jiwa
Ribuan pujian tetap tak kan bisa menggambarkan arti hadirmu
Tiada kata atau ungkapan juga semua nada indah yang sanggup melukiskan adanya dikau di sisi
Kau runtuhkan dinding kesombongan, juga luluhkan kerasnya hati ini
T’lah kau lelehkan hatiku dalam lautan cinta yang begitu luas, palung hati yang begitu dalam dan menyentuh
Lihatlah kasih, senyuman sang mentari, kicauan burung, gemericik air di sela bebatuan, mekarnya mawar di musim yang indah
Semesta bersorak menyambut pertautan dua hati
Kau dan Aku

Senyum Manis Itu

Senyum manis itu
Getarkan jiwa di dada
Mengungkap tabir yang selama ini ada
Semua t’lah berlalu

Senyum menawan-mu
Telah memagut hati-ku
Kepakan kasih itu
T’lah peluk hati ini
Bisikan sayang
Sirnakan pilu

Semerdu melodi
Seindah puisi
Sehangat mentari
Seharum bunga
Itu kamu…

Paradoks Agama : Kasih dan Kekerasan

Pertanyaan mendasar tentang agama, kenapa ia ada? Jawaban sederhananya adalah agama ada untuk mengingatkan umat manusia tentang Dia (Tuhan), agar kita mendekatkan diri pada-Nya, mengikuti perintah-Nya dan menjauhi larangan-Nya. Tuhan melalui wahyu-Nya yang kemudian kita sebut sebagai kitab suci (dan selanjutnya juga muncul agama yang berbeda karena kitab suci yang berbeda ) mengingatkan kita tentang Dia yang Tunggal, Maha Pengasih, Maha Adil, Maha Bijaksana, Maha Tahu,Maha Kuasa dan seterusnya.

Setahu saya tidak ada kitab suci dimana Tuhan menyebut diri-Nya Maha Kejam, Si Iri Hati, Pemarah, Pendendam, Pendusta, dsb. Karena itu tidak salah saya beranggapan Tuhan melalui wahyu-Nya yang dapat kita temukan dalam kitab suci/agama menginginkan umat-Nya hidup dalam Kasih. Kalau ternyata ada kemudian Kitab Suci dimana Tuhan memerintahkan untuk melakukan perbuatan yang jauh dari Kasih, jauh dari Adil, jauh dari Bijaksana, jauh dari Hakikat Kemanusiaan, boleh kan saya menganggap itu bukan wahyu Tuhan.

Adanya berbagai agama dan kepercayaan mengenai Tuhan di dunia ini adalah suatu realitas. Setiap agama besar yang ada mengakui bahwa Tuhan itu Satu/Tunggal. Karena setiap agama besar yang masih ada mengakui bahwa Tuhan itu tunggal (baik yang berpaham Monotheisme maupun Pantheisme) akan muncul pertanyaan selanjutnya apakah Tuhan dari masing-masing agama sama? Apakah Tuhan-nya kaum Kristiani sama dengan Tuhan-nya kaum Muslim, apakah sama dengan Tuhan-nya kaum Hindu? Ada yang akan mengatakan Tuhan kita sama, hanya saja jalan yang kita ambil dalam berhubungan/mendekatkan diri pada-Nya saja yang berbeda. Banyak jalan menuju Roma. Sungai-sungai yang mengalir pada akhirnya akan menuju samudera, demikian contoh perumpamaan yang dipakai. Tetapi tidak dapat dipungkiri banyak juga yang mengatakan agama-nya lah yang paling benar. Orang yang tidak menganut agama seperti mereka adalah orang yang tidak ber-Tuhan (kafir?). Tuhan dan kebenaran adalah milik kaum mereka sendiri. Di luar kaum mereka, dianggap salah dan tidak ber-Tuhan (sehingga harus di-Tuhan-kan/di-agama-kan, artinya ya harus diajak/”dipaksa?” mengikuti agamanya).

Mari kita berpikir secara sederhana/bodoh. Bayangkan jika setiap orang menganggap agama yang dianutnya adalah paling benar dan meng-kafir-kan umat beragama/keyakinan lain. Karena agama yang dianutnya paling benar dan Tuhan memerintahkan untuk mengajak orang yang berada di jalan yang salah kembali ke jalan yang benar maka akan terjadi “perlombaan” meng-agama-kan orang lain (demi hadiah yang bernama Surga). Orang Hindu akan berlomba meng-Hindu- orang Kristen, Islam, Budha, dan sebagainya. Begitu juga teman Muslim akan berlomba meng-Islam-kan umat Hindu, Kristiani,dsb. tak ketinggalan sejawat Kristiani meng-Kristen-kan Hindu, Islam,dst. Apakah perlombaan itu akan menghasilkan pemenang tunggal? Jelas jawabannya tidak. Tetap saja akan ada orang yang berkeyakinan Hindu, Islam, Kristiani, Budha, dsb. Pastinya proses konversi tersebut akan menimbulkan dampak sosial yang luar biasa, terjadinya pemaksaan yang berujung kekerasan/peperangan.

Sangatlah lucu jika kebenaran itu diklaim sebagai milik kaum sendiri. Tuhan dikerangkeng/dibatasi hanya sebagai Tuhan untuk kaumnya (menggelikan, sesuatu yang tidak terbatas/Tuhan kok dibatasi). Tidakkah kita berpikir (kan kita punya otak yang dianugerahkan oleh Tuhan) bagaimana jika berada dipihak yang berbeda dan meyakini agama kaum yang berbeda itu sama kuat dengan agama yang kita anut saat ini. Tentu saja dapat dibayangkan kita tidak akan mau berpaling dari keyakinan kita. Alih-alih memaksa orang/kaum yang belum tentu salah, mengikuti keyakinan kita, alangkah lebih mulia jika kita mendalami lagi agama yang kita yakini. Jangan-jangan selama ini kita telah keliru menafsirkan ajaran agama kita sendiri. Bukankah aneh, kalau ajaran agama yang penuh kasih kok malah membuat kita melakukan kekerasan, pemaksaan, peperangan. Siapa yang salah kalau begitu? Menurut saya jelas, yang salah adalah orang yang menjalankan/mengamalkannya.

Kekerasan yang muncul mengatasnamakan agama, atau berlindung di bawah kitab suci agama sebenarnya malah telah melukai/menodai agama itu sendiri. Jangan salahkan adanya orang yang tidak beragama karena mereka melihat bahwa agama telah bertanggung jawab atas terjadinya peperangan/kekerasan di muka bumi ini. Sejarah pun telah mencatat terjadinya perang ratusan tahun mengatasnamakan agama (sungguh kasihan sekali dikau agama. Pengikutmu yang berbuat engkau yang harus bertanggung jawab). Perbedaan itu memang ada. Karena itu hormatilah, hargailah.

Mengutip syair lagu Laskar Cinta-nya Dewa 19: Wahai jiwa-jiwa yang tenang, jangan sekali-kali kamu. Mencoba jadi Tuhan dengan mengadili dan menghakimi. Bahwasannya kamu memang tak punya daya dan upaya, serta kekuatan untuk menentukan kebenaran yang sejati. Bukankah kita memang tercipta laki-laki dan wanita. Dan menjadi suku-suku dan bangsa-bangsa yang pasti berbeda. Bukankah kita memang harus saling mengenal dan menghormati. Bukan untuk saling bercerai berai dan berperang angkat senjata.


*Tuhan bukan untuk diperdebatkan, tetapi untuk dialami…

Pemberantasan Korupsi di Era SBY

Sudah hampir 4 tahun Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) memegang tampuk pemerintahan Indonesia. Selama masa kepemimpinan beliau harus diakui banyak hal positif yang dapat diraih/dilaksanakan. Terlepas dari banyaknya kritik dan ketidakpuasan atas kepemimpinannya karena dianggap belum mampu membawa masyarakat kita ke arah adil dan makmur, kita harus jujur mengakui bahwa tidak sedikit pondasi yang telah dibangun dalam rangka mencapai tujuan negara ini sesuai yang tercantum dalam pembukaan UUD 1945. Sejauh ini memang lebih sering terdengar gaungnya kegagalan pemerintah dalam memimpin bangsa ini. Sedikit sekali komentar positif tentang pemerintahan kita (mungkin karena sikap bangsa ini yang memang lebih suka sebagai tukang kritik, mungkin karena para elite politik yang suka menggunakan segala cara demi meraih/merebut kekuasaan).

Sejak belasan tahun lalu pun sudah lantang dikemukakan banyak pihak bahwa bangsa ini hancur karena budaya korupsi yang begitu merajalela di birokrasi kita. Terlebih setelah “jatuh”nya pemerintahan Presiden Soeharto, orang tidak takut lagi untuk berkomentar mengenai budaya korupsi yang sudah mendarah daging. Setelah era reformasi dimulai pemerintah “mungkin” telah menyadari adanya penyakit korupsi yang sudah siap membunuh negara ini dan memulai upaya pemberantasannya.

Presiden republik ini muncul silih berganti. Tetapi dapat dikatakan pemberantasan korupsi hanyalah sebatas jargon semata tanpa ada upaya nyata di lapangan (malah banyak kalangan menganggap korupsi semakin menjadi-jadi). Konstelasi politik negara ini disinyalir ikut bertanggung jawab kenapa presiden seolah-olah tidak berdaya melawan korupsi. Tekanan dari elite politik ternyata berkekuatan lebih besar dari daya yang dimiliki presiden dan jajarannya untuk melawan korupsi (patut diingat bahwa Presiden sebelumnya dipilih dan diangkat oleh rakyat melalui MPR, jadi presiden dijatuhkan ditengah jalan adalah sesuatu yang mungkin----Gus Dur sebagai contoh). Sudah bukan rahasia lagi bahwa badan legislatif yang seharusnya mengawasi eksekutif adalah sarang koruptor. Jadi kalau presiden mau memberantas korupsi anak buahnya/eksekutif pasti ujung-ujungnya akan menyeret banyak oknum di legislatif (DPR dan MPR). Jadinya ya mereka saling tahu sama tahu lah. Saudara seguru seilmu tidak boleh saling menyakiti (begitu kira-kira semboyan mereka). Korupsi berjamaah pun semakin merajalela. Tidak hanya di pusat, tetapi juga di daerah. Terlebih kemudian dengan adanya otonomi daerah, munculnya raja-raja kecil yang korup semakin menjadi-jadi.

Pemilihan presiden secara langsung oleh rakyat, kemudian dibentuknya superbody KPK (Komisi Pemberantasan Korupsi) dan tentu saja komitmen Presiden untuk tetap konsisten memberantas korupsi walau dibawah tekanan pihak-pihak tertentu yang memiliki kekuatan politik yang besar (pihak2 yang tidak mendukung pemberantasan korupsi sudah jelas dapat kita golongkan sebagai koruptor juga) telah membawa angin segar untuk bangsa ini. Selama pemerintahan SBY sudah tidak terhitung lagi jumlah pejabat yang diseret ke pengadilan dan terbukti bersalah. Baik dari kalangan DPR, mantan menteri, Bupati, Gubernur, Aparat Hukum, dsb. Dibandingkan pemerintahan sebelum2nya, Pak SBY seharusnya masuk rekor MURI sebagai Presiden yang secara tidak langsung menjebloskan pejabat dan mantan pejabat baik pusat maupun daerah ke penjara dalam jumlah terbanyak (sejauh ini).

Sebagai warga negara dengan pemikiran dan pengetahuan yang masih dangkal, saya memberi apresiasi kepada SBY terkait dengan pemberantasan korupsi. Semoga melalui KPK, budaya korupsi ini akan dapat diberantas. Salut untuk kinerja KPK sejauh ini (kalau bisa obok-obok sampai daerah juga). Mari kita dukung bersama pemberantasan korupsi. Say No to Corruption

Rabu, 11 Juni 2008

Nona

Masih terekam jelas di kepalaku Nona, malam itu
Saat ku duduk membelakangimu, ku tahu kau ada di sana
Mencoba menahan degup yang semakin keras menghentak rongga dada
Tahukah kamu nona, asap yang kuhirup dalam
Hanya tuk usir derap dada yang semakin kencang, ku bingung harus berbuat apa
Juga masih terngiang indah Nona, saat nada merdu terbawa sang angin menggelitik gendang telinga, ya… saat kau sebut nama..saat kau panggil aku Nona….kau membuat senyum menghias bibirku
Terlebih lagi kau bangkit dari tempatmu, melangkah mendekat hampiri aku
Kau pun duduk di sampingku Nona
Oh, tidak kah kau sadar, ku terperangah malam itu
Memandangi eloknya dirimu, seolah sekitar tak ada arti
Oh Nona, seandainya saat itu ku beranikan diri ucapkan ini, saat kau ada di dekatku, di sampingku
“Nona….Kamu Sungguh Cantik Malam Ini”

Wanita

Senyum menawan menghias wajah
Raut sumringah mempesona
Sorot mata setengah menggoda
Bibir merekah membingkai tawa
Membangkitkan hasrat tuh menyentuh nafasnya

Lenggok gemulai seirama langkah
Lekuk menawan ciptaan sang Kuasa
Liak liuk jemari bermain, meniupkan pesan penuh arti
Tak kuasa menahan gejolak di dada
Asa tuk dekap dalam pelukan hangat

Lihat saat dia melangkah
Perhatikan saat dia membisu
Cermati saat dia tertawa dan marah
Dengarkan setiap nada dan kata yang mengalun dari bibir manis itu
Amati bagaimana pikirannya bekerja
Dan sang hati pun terpaut padanya

Mahluk menawan bernama wanita
Yang tercipta tuk sempurnakan dunia
Telah timbulkan reaksi kimia yang mampu mengguncang dunia
Mengalahkan berbagai reaksi dahsyat ciptaan manusia
Ia membuat damai dan bahagia
Itukah cinta?

Dilema buat yang Masih Sendiri : Mengejar Uang atau Wanita

Seorang teman berkata kepadaku : “If you chase for woman you will have lost money, but if you chase for money you won’t lose woman”. Kalau ditelan mentah2 pernyataan ini sangat benar adanya. Dalam kondisi jaman seperti sekarang sudah bukan aneh lagi wanita mengejar lelaki berduit. Tetapi kalau dipikir lebih dalam lagi, aku justru bertanya lagi pada diriku sendiri. Apakah aku mencari wanita sebagai pendamping hidup yang melengkapi diriku atau aku mencari wanita hanya untuk ada di sisiku saat aku membutuhkannya saja.

Menurutku, cinta (wanita) memang harus diperjuangkan. Dia harus dikejar. Tidak ada yang jatuh dari langit. Kalau toh dalam usaha tersebut kita mengeluarkan uang itu pasti terjadi. Mau nonton, makan, transport, dsb. pasti memerlukan uang. Tetapi kalau sampai karena wanita membuat kita kehabisan uang,berarti ada sesuatu yang salah. Wanita yang hanya meng”habis”kan uang kita bukanlah tipe wanita yang aku dambakan sebagai pendamping hidup. Wanita seperti itu (yang hanya mengambil, tidak mempunyai sifat mengisi) tidak beda jauh dengan wanita yang bisa dibeli. Dan sekarang sudah banyak wanita yang cintanya (?) bisa dibeli dengan uang. Bagiku cinta dan sayang tidak bisa dibeli dengan uang. Seorang wanita yang menikah dengan pria karena kekayaannya, bukan karena dia cinta terhadapa si pria, dalam hati kecilnya pastilah ia menderita. Dia terlihat bahagia dari luar, padahal di dalam hati ia menangis (apakah kebahagiaan sejati bisa dibeli dengan uang?)

Kalau toh si wanita tidak bersifat meng”habis”kan uang, tetapi ternyata uang kita tetap habis, berarti ada yang salah pada diri kita dalam mengelola hidup ini. Karena terlalu asyik mengejar wanita malah melalaikan tanggung jawab yang lain, pekerjaan/usaha,dsb. yang berakibat pada terganggunya income kita, maka jangan salahkan wanita jika ia meninggalkan kita. Wanita akan berpikir bagaimana ia bisa bertanggung jawab akan diriku (dan keluarga nantinya) sedangkan terhadap diri sendiri saja dia tidak bisa bertanggung jawab. Wanita tidak akan bisa dibodohi dengan kalimat2 gombal seperti : “ semua ku lakukan demi dirimu, aku kehilangan pekerjaanku, aku tidak bisa fokus pada bisnisku, kuabaikan waktu untuk usahaku, semua demi agar aku punya waktu lebih banyak bersamamu, bla..bla…bla).

Sekarang bagaimana jika kita bersikap menunggu datangnya wanita. Kita mengejar uang sebanyak2nya. Dan akhirnya saat itu datang juga. Berbondong2 wanita datang kepada kita (entah darimana asalnya). Segala trik dan strategi diluncurkan agar bisa sampai ke pelukan kita. Tapi, eits… tunggu dulu. Wanita memang akan datang, tetapi apakah yang datang itu adalah wanita yang mencintai kita dengan tulus? Kalau ia datang saat kita sedang berjaya maka tidak salah kalau kita berpikiran dia datang demi uang. Dan jawabannya sangat jelas, bukan dia yang aku inginkan sebagai pendamping hidupku.

Kalau kamu ingin mendapatkan cinta yang tulus dari seorang wanita, jangan jadikan uang sebagai umpan/senjata. Sentuh hatinya dengan perhatian, sayang. Ada saat dia membutuhkan, mencoba memahami dan mengerti. Menerima kelebihan dan kekurangannya. Kalau kamu mengandalkan uang untuk mendapatkan wanita, maka wanita yang datang kepadamu adalah wanita yang memang tertarik dengan uangmu. Dan ingat, hidup bagaikan roda yang terus berputar. Saat kamu tidak punya uang maka dia pun akan meninggalkanmu…

Buat wanita, jika kamu ingin mendapatkan cinta yang tulus dari seorang lelaki, jangan jadikan kecantikan wajahmu, keseksian tubuhmu sebagai senjata utama (tapi tetep perlu lho, hehehehehe). Kalau senjatamu hanya penampilan fisikmu semata, maka sudah bisa dipastikan, saat kerut mulai menghias wajahmu, tumpukan lemak mulai memeluk badanmu….lelakimu akan jatuh dalam dekapan wanita lain.

Selasa, 03 Juni 2008

Massa Atribut FPI Serang Aliansi Kebangsaan : Pemerintah, Berani Ngga?

Kehidupan berbangsa di Indonesia yang katanya penuh toleransi kembali terkoyak untuk kesekian kalinya. Minggu, 1 Juni 2008 lalu sekelompok massa yang menggunakan atribut sebuah organisasi keagamaan FPI melakukan tindakan yang sangat tidak terpuji. Menyerang massa yang menamakan diri Aliansi Kebangsaan untuk Kebebasan Beragama dan Berkeyakinan (AKKBB). Puluhan terluka akibat aksi anarkis ini. Tragisnya, aparat yang ada di lokasi tidak berbuat apa-apa mencegah aksi tersebut (diam dapat berarti mendukung bukan?).

Sudah bukan rahasia lagi, kelompok FPI sering melakukan tindakan kekerasan terhadap kelompok lain dengan mengatasnamakan agama. Terlepas dari benar atau salah alasan yang dikemukakan untuk melancarkan aksi-aksi serupa, seharusnya pemerintah (dalam hal ini kepolisian) menindak tegas orang-orang yang dengan jelas dan nyata melakukan perusakan, pemukulan, dan sebagainya (tanpa peduli dari organisasi/kelompok mana mereka). Sering kita lihat di saat bulan suci Ramadhan massa dari FPI melakukan sweeping di tempat-tempat hiburan, yang sangat disayangkan sering menggunakan aksi kekerasan. Dan aparat hanya tertegun menonton.

Menjadi tanda tanya besar kenapa pemerintah tidak berani bertindak tegas terhadap oknum/massa dari organisasi bersangkutan. Pemerintah harus melindungi setiang anggota masyarakat, apapun agamanya/keyakinannya. Kok terkesan sangat tidak adil. Massa yang jelas-jelas anarkis didiamkan begitu saja. Sedangkan mahasiswa yang demo BBM dikejar-kejar, dipukuli, dsb. Ketidaktegasan pemerintah dapat menjadi bumerang. Jika FPI dan organisasi sejenis yang melakukan penyerangan dibiarkan begitu saja, akan membuat kelompok lain berani melakukan aksi serupa. Bisa dibayangkan, jika Gerakan Pemuda Ansor benar-benar bereaksi dengan membubarkan paksa FPI (karena tindakan kekerasannya dinilai sudah terlalu jauh), akan terjadi pertumpahan darah antar sesama anak bangsa.

Sudah saatnya pemerintah membuktikan bahwa dapat menjadi pengayom setiap elemen masyarakat. Kenapa mesti takut menindak orang yang jelas sudah salah? Ayo Pemerintah-ku, buktikan kalau benar-benar berani menegakkan hukum!

*kita memang bangsa yang aneh… yang jelas-jelas salah dibiarkan bebas…yang belum tentu salah dibiarkan teraniaya….

Pilgub Bali : Ada Apa dengan KPUD?

Pilgub Bali segera tiba. Kurang lebih sebulan lagi (9 Juli 2008) untuk pertama kalinya masyarakat Bali akan memilih Gubernur dan wakilnya secara langsung. Sebelum masa kampanye dimulai, aroma busuk sudah muncul. Kali ini datang dari si empunya hajatan, Komisi Pemilihan Umum Daerah (KPUD) Bali. Indikasi adanya penyimpangan muncul terkait dengan proses penetapan pemenang tender pengadaan barang oleh bagian pengadaan KPUD.

Seperti yang ramai diberitakan media massa, penetapan pemenang tender PT Intercity Kerlipan dicurigai penuh dengan rekayasa. Banyak pihak yang menggugat kompetensi perusahaan bersangkutan dalam kemampuan pengadaan perlengkapan pilkada. Tak sedikit yang mengungkapkan bahwa perusahaan tersebut tidak layak ditetapkan sebagai pemenang. Bahkan diduga penetapan pemenang tersebut sangat mungkin adalah kongkalikong oknum-oknum tertentu yang ingin mendapatkan keuntungan pribadi terkait pelaksanaan pilkada.

Hebatnya lagi, sekretariat KPUD Bali sudah dua kali melakukan kebohongan publik. Pertama mereka mengaku sudah melakukan inspeksi keandalan sistem PT Intercity Kerlipan. Ternyata, panitia tender belum kesana. Kedua, Bawasda disebutkan telah memberikan rekomendasi untuk penetapan PT Intercity Kerlipan sebagai pemenang tender proyek senilai sekitar 1.5 miliar rupiah tersebut. Padahal Bawasda sedang melakukan permeriksaan terkait kasus tersebut. Bahkan,ketua Bawasda sangat marah ketika lembaganya dicatut.

Nah lho, ada apa nih KPUD???

Minggu, 01 Juni 2008

KPK Selidiki Suap di Bea Cukai

Umum telah kita ketahui bahwa pekerjaan di Bea Cukai adalah lahan basah. “Basah” karena kalau mau berlaku tidak jujur bisa mendapatkan tambahan penghasilan yang berlipat dibandingkan gaji yang diterima. Wewenang yang dimiliki memungkinkan mereka berlaku “nista” dengan meminta uang pelicin kepada pengusaha/perusahaan agar proses keluar masuk barang dapat berjalan lancar.

Selama ini perilaku demikian hanya menjadi kabar/gosip yang banyak dari kita yakin akan keberadaannya tetapi tidak ada fakta yang terungkap. Patut disyukuri keberhasilan KPK bekerja sama dengan Dirjen Bea Cukai (sebagai upaya Bea Cukai membersihkan jajarannya dari praktek kotor) mengungkap adanya kasus suap di Bea Cukai Tanjung Priok. Dari sidak yang dilakukan terbukti bahwa terjadi proses suap kepada oknum pegawai Bea Cukai yang jumlahnya tidaklah sedikit. Diperkirakan dalam sebulan uang sejumlah 12.5 miliar rupiah masuk ke kantong oknum-oknum tersebut sebagai pelicin yang diminta kepada perusahaan.

Gebrakan KPK yang sekarang sudah mulai menyelidiki terjadinya penyimpangan di area pelayanan publik patut kita dukung. Untuk menciptakan good and clean governence, korupsi dengan berbagai bentuknya harus diberantas. Birokrasi harus didudukkan kembali kepada fungsinya sebagai pelayan masyarakat bukan sebagai pencuri uang rakyat.

Kembali kepada kasus di Bea Cukai,walaupun mereka tidak mencuri uang rakyat, tetapi dengan adanya tambahan biaya yang harus dikeluarkan oleh pengusaha akan menyebabkan terjadinya ekonomi biaya tinggi yang ujung-ujungnya adalah lebih tingginya harga produk di pasaran dibandingkan dengan seharusnya. Ekonomi biaya tinggi yang terjadi di Indonesia juga dapat menjadi pertimbangan investor untuk enggan menanamkan modalnya di sini. Selain itu mental oknum aparat/pegawai yang mudah disuap dapat menimbulkan terjadinya penyelundupan barang-barang haram ke negeri ini, sebagai contoh misalnya tentu saja narkoba.

Mari kita dukung upaya KPK dalam memberantas praktek korupsi di negeri tercinta ini. Jangan lupa, say no to corruption. Bebasnya negeri ini dari praktek korupsi akan melapangkan jalan bagi kita untuk mencapai tujuan masyarakat cerdas, adil, makmur, sejahtera, dan damai.